REDAKSIVIABOLA Luis Figo dan Label Pengkhianat Abadi

Kasus pengkhianatan tak hanya ramai terjadi di dunia politik dan sosial saja, namun juga banyak terjadi di sepak bola. Jika ada penghargaan dengan nominasi pengkhianat terbaik, Luis Figo mungkin mendapatkannya.

Lahir dengan nama Luís Filipe Madeira Caeiro Figo, kepindahannya dari Barcelona ke Real Madrid adalah salah satu drama terbesar di dunia sepak bola. Bahkan, drama penyerobotan Malcom oleh Barcelona dari AS Roma tak ada apa-apanya dibandingkan kisah cinta segitiga Figo dengan Barcelona dan Real Madrid.

Dari Portugal Menuju Spanyol yang Menimbulkan Masalah


Figo memulai segalanya dari klub Portugal, Sporting CP. Sebelum bermain di klub profesional, Figo hanyalah pesepak bola amatir yang ditampung oleh klub U.F.C. Os Pastilhas. Sebelum akhirnya pada usia 12 tahun ia bergabung dengan Sporting CP, salah satu klub tersukses di Portugal.

Pada usia 18 tahun, Figo menjalani debut profesionalnya bersama Sporting CP. Pada musim 1989/1990, Figo bermain sebagai pemain pengganti menggantikan Marlon Brandao. Pertandingan yang digelar pada 1 April 1990 itu dimenangi Sporting saat melawan Maritimo.

Setahun setelahnya, Figo mencetak gol perdana dalam karier sepak bolanya. Yakni, saat Sporting melawan Torreense pada musim 1991-1992. Sporting yang tertinggal lebih dulu berhasil menyamakan kedudukan lewat gol Figo dan sukses menang dengan skor 2-1.

Ia juga menjalani debut di timnas Portugal pada tahun 1991. Bersama Rui Costa, ia membawa Portugal menjadi juara Piala Dunia U-20 1990. Keberhasilan tersebut membuat Portugal mendapatkan julukan Golden Generation.

Pada 1995, ia pindah ke Spanyol dan bergabung dengan Barcelona. Dasar Figo yang perjalanan kariernya diselimuti dengan kontroversi, kepindahannya ke Barcelona pun penuh kontroversi. Dua klub Italia, Parma dan Juventus lewat jalur belakang mendekati lelaki yang mengabdi di Inter Milan itu dan mendapatkan perjanjian pra-kontrak. Atas dasar itulah, dilansir dari Thesefootballtimes, Juventus dan Parma mendapatkan embargo transfer.

Kasus tersebut tak menghalangi Figo untuk bermain di Camp Nou. Dengan mahar yang hanya 2,2 juta Euro, ia membela tim berjulukan Blaugrana setahun setelah Michael Laudrup pergi. Ia kemudian dipinjamkan kembali ke Sporting lantaran ada regulasi yang melarang pemain Portugal untuk hengkang ke klub di luar Portugal dalam periode tertentu.

Kepindahan ke Real Madrid dan Perjanjian dengan Perez


Penampilan apik Figo di Barcelona membuat banyak klub mengincarnya. Pemain yang menyisir sayap kanan (kadang ditempatkan di kiri) ini memberikan garansi gelar kepada Barcelona. Dua titel La Liga Spanyol plus satu buah Piala Super Spanyol, Piala Winners, dan Piala Super Eropa ia dapatkan saat berseragam Merah-Biru khas Barcelona.

Figo bahkan begitu dipuja fan Barcelona berkat penampilan dan kepemimpinannya di lapangan. Ia sesekali mengenakan ban kapten di lengan menggantikan Josep Guardiola dan Miguel Nadal. Ban kapten tersebut seakan membuktikan pentingnya peran lelaki kelahiran Almada, Portugal tersebut.

Namun segala kisah manis Figo di Barcelona runtuh. Semua terjadi kala Presiden Nunez mundur dari jabatannya sebagai Presiden Barcelona. Kondisi ini semakin menjadi mimpi buruk saat di waktu yang sama Real Madrid tengah membutuhkan pemimpin baru.

Florentino Perez, salah satu calon saat itu mengumbar sejuta janji. Salah satu janji manis bak politisi yang ditawarkan Perez adalah jika ia terpilih, maka ia akan membawa Figo dari Camp Nou ke Santiago Bernabeu.

Janji yang diutarakan Perez mampu membuat pendukung Madrid terpikat. Perez begitu yakin dia bisa memboyong anak emas Barcelona ke Madrid. Konon, ada perjanjian pra-kontrak antara Perez dengan Figo (melalui sang agen). Perjanjian tersebut kurang lebih seperti ini: jika Perez berhasil menduduki kursi presiden Madrid, Figo wajib pindah ke ibu kota. Namun, apabila kalah dalam proses pemilihan, mantan pemain Inter Milan bakal mendapat uang senilai 1 juta euro.

Hingga akhirnya Perez resmi menjadi presiden Real Madrid. Figo tak bisa menolak untuk pergi dari Barcelona. Karena ada sebuah klausul tambahan yang tertulis, jika Figo menolak untuk pindah ke Real Madrid ketika Perez menjadi presiden, maka ia yang harus membayar kompensasi senilai 30 juta Euro.

Dalam kondisi terjepit itulah ia memutuskan untuk lapor ke Presiden Barcelona yang baru, Joan Gaspart. Ia meminta agar Barcelona membayar kompensasi yang jumlahnya cukup besar pada saat itu.

Gaspart bergeming dan proses transfer itu terjadi. Real Madrid memboyong Figo dengan mahar 62 juta Euro. Jumlah yang sangat besar sekaligus memecahkan rekor transfer saat itu. Bersama dengan Ronaldo Nazario dan deretan nama tenar lain, Figo menjadi salah satu bagian dari Los Galacticos jilid pertama.

Kepala Babi yang Tak Akan Pernah Hilang dalam Ingatan


Kepindahannya ke Real Madrid memunculkan polemik. Kelompok suporter Barcelona yang bernama Els Boixos Nois. Mereka menjadi kelompok suporter garis keras yang membenci dan menyerang Figo.

Pada saat gelaran El Clasico perdana setelah ia pindah, kelompok suporter Els Boixos Nois berulah. Mereka melakukan ancaman dan melakukan aksi pelemparan ke dalam stadion. Dilansir dari The Telegraph, kerusuhan itu membuat Barcelona mendapatkan denda sebesar 6.000 Poundsterling.

Puncaknya terjadi saat El Clasico musim 2002/2003. Saat itu, Real Madrid bertandang ke markas Barcelona dalam laga yang kerap disebut dengan El Clasico. Namun, bukan suguhan permainan kelas dunia yang diingat, melainkan berbagai kericuhan yang puncaknya adalah lemparan kepala babi.

Dalam pertandingan yang berakhir dengan skor 0-0 itu, Luis Figo menjadi pemain yang menarik perhatian. Bukan karena skill olah bolanya, melainkan karena beragam cacian dan sumpah serapah yang ditujukan kepada mantan pemain Inter Milan.

Puncaknya, saat Real Madrid mendapatkan kesempatan tendangan sudut dan Figo yang mengeksekusi, botol minuman dan korek api pun dilemparkan oleh pendukung Barcelona. Yang paling membelalakkan mata adalah adanya kepala babi. Kepala babi yang berlumuran darah itu datang dari tribun tempat kelompok suporter Els Boixos Nois berada.

Kejadian tersebut membuat wasit Luis Medina Cantalejo  memutuskan untuk menghentikan pertandingan sementara. Para pemain diminta untuk kembali ke ruang ganti lantaran kondisi semakin tidak kondusif dan membahayakan para pemain. Carlos Puyol dan para pemain lain berusaha untuk menenangkan suporter Barcelona yang kadung emosi. Usaha itu sia-sia.

Pertandingan itu terhenti selama kurang lebih 13 menit. Pertandingan itu menjadi salah satu yang terburuk dalam sejarah El Clasico. Media-media di Spanyol memberikan titel laga tersebut dengan El Partido de La Verguenza atau Pertandingan yang memalukan. Karier lelaki hebat ini terhenti di Italia. Segala prestasi yang ia torehkan sepanjang karier tak akan pernah bisa dilupakan. Seperti insiden kepala babi yang tak akan pernah hilang dalam ingatan.